Sabtu, 25 Februari 2012

Berbisnis Dengan Orang Miskin


miskin 225x300 Berbisnis Dengan Orang Miskin
Miskin bukan berarti tidak memiliki kemampuan membeli. Kelompok masyarakat ini yang jumlahnya di Indonesia sekitar 32 juta jiwa masih memiliki daya beli, meski lemah dibandingkan kelompok masyarakat lainnya. Kelompok masyarakat inilah yang dalam dunia ekonomi disebut bottom of the pyramid(BOP).

Berbicara tentang kemiskinan, ada yang miris di dunia ini. BOP adalah segmen terbesar namun memiliki kesejahteraan minim.  Jika menggunakan definisi kemiskinan, maka sekitar empat miliar penduduk bumi hidup dengan pendapatan kurang dari US$ 2 per hari. Orang miskin ini sebagian besar tersebar di negara berkembang dan negara kurang berkembang.
Meski miskin bukan berarti mereka tidak memiliki peran dalam dunia bisnis. Coba lihat buku C.K. Prahalad berjudul ”The Fortune at the Bottom of the Pryamid: Eradicating Poverty Through the Profit”. Di sana Anda akan menemukan konsep menarik mengenai pentingnya segmen bottom of the pyramid.   Buku tersebut menawarkan jalan keluar bagaimana memberdayakan segmen ini yang kerap dianggap sebelah mata oleh kelas lainnya.
Secara umum, BOP didefinisikan sebagai kalangan masyarakat dengan pendapatan kurang dari dua dolar per hari. Meski daya beli BOP relatif paling rendah dibandingkan segmen di atasnya, namun secara agregat BOP memiliki keunggulan. Jika kuantitas dikalikan dengan daya beli rata-rata, maka nilai agregat pasti naik.
Indonesia memiliki karakteristik tidak jauh berbeda dengan negara berkembang lain di dunia, dimana penduduk didominasi masyarakat kelas bawah. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada 2011 sekitar 31 juta jiwa dan sebagian besar tinggal di daerah pedesaan.
Meski demikian jika ditinjau dari luas wilayah, maka kepadatan penduduk miskin di perkotaan lebih besar daripada kepadatan penduduk miskin di pedesaan. Wilayah kota yang dipenuhi dengan fasilitas dan bayangan hidup yang lebih baik telah menjadi faktor penarik bagi penduduk miskin pedesaan. Dilihat dari wilayah pedesaan, maka kurangnya lapangan pekerjaan mendorong terjadi urbanisasi dari pedesaan ke perkotaan.
Lantas apa pengaruh persebaran penduduk miskin terhadap marketer? Marketer harus mampu melihat dalam sudut pandang landskap bisnis. Bisnis membutuhkan banyak informasi untuk menyusun strategi. Penduduk yang termasuk kategori BOP sebenarnya tidaklah benar-benar tak berdaya beli. Pada dasarnya mereka masih memiliki daya beli meski lemah dibandingkan segmen diatasnya. Hanya saja tingkat konsumsi segmen BOP memang kecil. Akibatnya margin keuntungan bisa menjadi kecil. Namun didukung dengan kuantitas yang banyak, keuntungan maksimal bisa diperoleh.
Marketer yang cerdas haruslah cerdik memanfaatkan segmen pasar BOP. Menggarap segmen BOP membutuhkan strategi dan taktik khusus. Semen BOP biasanya lebih sensitif terhadap harga (pricing). Namun tidak hanya ciri khas tersebut yang menjadi perhatian marketer. Marketer harus mampu melihat apa yang menjadi kebutuhan dasar segmen BOP. Kebutuhan dasar inilah yang coba diterjemahkan menjadi sebuah produk atau jasa. Tentunya hasil akhir dari produk dan jasa yang ditawarkan kepada segmen BOP harus tepat.
Kredit microfinance yang dijalankan sejumlah lembaga keuangan dan perbankan di tanah air menjadi bukti BOP merupakan pasar yang menjanjikan. Bank Rakyat Indonesia telah membuktikan itu, sehingga bank pelat merah ini menjadi yang terkuat di bisnis kredit microfinance di pedesaan.
Tidak mudah memang berbisnis dengan orang miskin. Ada sejumlah kunci sukses berbisnis dengan mereka. Pertama, kemampuan konsumsi masyarakat ini harus diberdayakan, melalui inovasi pendanaan. Kedua, perlu diciptakan produk dan pelayanan baru guna memenuhi kebutuhan spesifik mereka. Ketiga, pelaku usaha tidak meremehkan harga diri dan pilihan para pelaku ekonomi BOP. Dan terakhir perlu dibangun rasa percaya kepada mereka. Karena seringkali kepercayaan mereka dikecewakan kelompok masyarakat lainnya.
Kita tidak bisa lagi memandang sebelah mata orang miskin, dalam konteks bisnis. Dari sisi kuantitas saja, jumlah mereka cukup mencengangkan, yakni empat miliar orang miskin di dunia-dan lebih dari 31 juta orang di Indonesia. Mereka adalah pasar potensial yang besar. Tinggal bagaimana Anda meraih hati mereka. (sumber : the-marketeers.com)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar